Telah Terjadi Pembunuhan Karakter
”Dalam pandangan kami terjadi character assasination (pembunuhan karakter) bagi klien kami seperti yang terjadi saat ini. Tanpa bukti yang kuat , hanya berdasarkan pengakuan “seseorang”, klien kami telah dihakimi oleh orang-orang dengan mengatasnamakan “adat”.
Hanya klien kami seorang diri dipaksa melalui “adat’ untuk mengakui perbuatan yang sama sekali tidak pernah dilakukakannya, dengan harus menjalankan adat cuci kampung,” demikian tulis surat Kantor Advokat Yopie Bharata & Associates nomor 07/I/YP & A/Plg/2013 yang masuk melalui fax ke redaksi Harian Bengkulu Ekspress (BE), siang kemarin.
Tindakan pemaksaan terhadap Za tersebut tanpa melihat dampak dan akibat yang ditimbulkan terkait nama baik dan kehormatannya dan keluarga. Selain itu, informasi yang disajikan media massa terkait kasus Za tersebut dianggap bukan dari narasumber yang memiliki relevansi dengan hukum aturan adat. Seperti camat, anggota DPRD dan lain-lain yang tidak memiliki kompetensi dalam ranah aturan hukum adat, telah memberikan komentar-komentar yang diyakini tak sesuai dengan kapasitasnya.
”Jelas kami pertanyakan anggota DPRD Kepahiang asal Dapil Ujan Mas, Edwar Samsi SIP MM sebagai narasumber, kompetensinya dipertanyakan terhadap isu ini. Komentar dari Camat Ujan Mas, Yayat Ruhiyat tidak pada tempatnya,” lanjut sanggahan Za melalui tim pengacaranya.
Lebih lanjut, Yopie Bharata dan rekan, menegaskan kliennya telah menyerahkan persoalan kasus tersebut ke jalur hukum melalui pelaporan tindakan pencemaran nama baik terhadap kliennya ke Polsek Ujan Mas, 10 Januari 2013 pukul 10.00 WIB. Saat ini kasus tersebut telah dilimpahkan ke Polres Kapahiang sesuai dengan surat Kapolsek Ujan Mas Nomor: B/24/I/2013/Reskrim tertanggal 14 Januari 2013.
”Sepatutnya sikap klien kami ini dapat diterima oleh banyak pihak oleh karena klien kami sebagai warga negara yang taat hukum dan berkeinginan keras agar persoalan ini dapat tergambarkan dan memiliki posisi kasus yang jelas dan memadai secara due process of law yang berlaku di Indonesia,” tulisnya.
Ia juga menyesalkan pembentukan opini di masyakarat tanpa adanya due process of law dapat berdampak buruk bagi kliennya. Sepertinya dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum tertentu dan telah bersalah. Sehingga dapat memperparah keadaan padahal permasalahan hukumnya dan dalam situasi yang belum ada status hukum.
\"Pemberitaan terhadap klien kami telah dicampuradukkan opini dengan berita. Perlu untuk diketahui bahwa opini biasanya kesimpulan yang tidak didasari dengan fakta atau bukti yang berakibat sumber berita dirugikan atau dicemarkan. Pentingnya pengistilahan yang sudah berstatus hukum yang pasti adalah kesimpulan bagi penyebaran informasi di masyarakat dan bisa jadi menyesatkan,\" terangnya lagi.(444)