KEPAHIANG, BE - Mantan calon Komisioner KPU Kepahiang yang lolos 10 besar, namun tidak berhasil duduk sebagai Komosioner KPU Kepahiang, Meyce Dwi Waryuni SH mengajukan pemohonan Judical Review Undang-Undang nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaran Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) Repoblik Indonesia. Permohonan Judical Review ini sudah dilayangkan pihak Pensehat Hukum (PH) Meyce kepada MK pada hari Senin tanggal 08 Juli 2013 lalu. Dalam rilisnya kepada Bengkulu Ekspress, Meyce melalui PH nya yang terdiri dari Arif Ariyanto SH, Supriyadi Sebayang SH, Tatang M, Ali Husna SH Jahrudin SH, Aswan Ghazali SH, Gusti Randa SH MH, Miki Abe SH, Kurnia Yulianto SH, Iwan Rasno SH, Iwan Nurdin SIP, Zamaah Sari SIP, Neti Rusiningsih SIP, Cushi Mayasari Hakim SKom dan Maya Taurina SAg yang merupakan Pembela Hak-Hak Konstitusional Perempuan dari Tim Advokasi Kaumy DKI Jakarta yang berdomisili hukum di Jalan Radio Dalam Jakarta Selatan mengajukan permohonan uji Materiil Pasal 6 ayat 5 Undang-Undang Nomor :15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Adapun alasan-alasan Pengajuan Permohonan Uji Materiil yang dilayangkan PH Meyce ini sendiri berupa Pengumuman Timsel KPU Kepahiang Nomor:02/Timsel-KPU/KPH/IV/2003 tanggal 14 April 2013, BAP Nomor:04/Timsel-KPU/KPH/IV/2013 tanggal 22 April 2013, Pengumuman Nomor:08/Timsel-KPU/KPH/2013 tanggal 14 Mei 2013, Pengumuman Nomor:11/Timsel-KPU/KPH/V/2013 tanggal 21 Mei 2013, Uji Kelayakan dan Kepatutan Pemohon tanggal 18 Juni 2013 di hotel Splash kota Bengkulu, Penetapan 5 anggota KPU Kepahiang periode 2013-2018 tanpa ada keterwakilan perempuan serta tanpa kriteria dan alasan yang menjadi dasar kelulusan. Menurutnya, fakta-fakta hukum tersebut diatas telah menggambarkan bahwa posisi keterwakilan perempuan untuk menjadi anggota penyelenggara pemilu yang diatur dalam Pasal 6 ayat 5 UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu justru masih dinafikkan dan terkesan dianggap angin lalu. Pihaknya juga menyampaikan Pasal 6 ayat (5) UU Nomor 15 Tahun 2011 telah menimbulkan adanya ketidakpastian hukum, dan telah menyebabkan adanya perlakuan yang beda padahal menurut Pemohon Pasal tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan dan perlakuan khusus guna untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Bahwa menurut Pemohon adanya penafsiran yang tidak berlandaskan konstitusi telah menyebabkan Pemohon dan juga mungkin perempuan Indonesia dirugikan dengan adanya Pasal 6 ayat 5 UU No.15 tahun 2011 karena faktanya Pasal tersebut dengan sangat mudah diabaikan dan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat padahal pasal tersebut merupakan implementsasi dari Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu menurut Pemohon untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak perempuan Indonesia, maka Mahkamah harus menyatakan Pasal 6 ayat (5) UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara pemilu adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “wajib memperhatikan keterwakilan perempuan” \"Dari ketentuan tersebut kami menyimpulkan mengenai Pasal 6 ayat (5) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu telah menimbulkan pelanggaraan hak asasi bagi kaum perempuan Indonesia, menimbulkan adanya ketidakpastian hukum, menyebabkan kaum perempuan tidak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus guna memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan dan menimbulkan adanya perlakukan yang bersifat diskriminatif bagi kaum perempuan Indonesia,\" ujar Meyce. Menurutnya, dengan ketentuan tersebut pihaknya selaku Pemohon memohon kepada majlis Hakim Konstitusi agar berkenan memberikan putusan agar mengabulkan seluruh permohonan pihaknya selaku Pemohon. \"Permohonan kami terkait judical review ini yakni menyatakan Pasal 6 ayat (5) UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 5246 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “wajib memperhatikan keterwakilan perempuan”. Menyatakan Pasal 6 ayat (5) UU Nomor:15 tahun 2011 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 5246 bertentangan dengan UUD 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib memperhatikan keterwakilan perempuan”. Memerintahkan KPU dan Bawaslu beserta jajarannya serta seluruh Tim Seleksi Anggota Penyelenggara Pemilu untuk melaksanakan tafsir pasal 6 ayat (5) UU No.15 Tahun 2011 tentang Pemilu sebagaimana ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu “wajib memperhatikan keterwakilan perempuan”. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Acara Negera Indonesia sebagimana mestinya. Atau apabila Majlis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),\" tandasnya.(505)
Mantan Calon KPU Gugat ke MK
Kamis 11-07-2013,21:20 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :