Peluang “Golput” Oleh: Johan Setianto
Seperti biasanya, saya selalu banyak menghabiskan waktu berdiskusi ringan dengan para mahasiswa di berbagai kesempatan. Dalam kesempatan mengunjungi para mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan beberapa hari lalu, saya juga sempat melakukan diskusi ringan dengan meraka. Berbagai isu yang diperbincangkan masyarakat pasti menjadi topik yang menarik dalam diskusi. Tidak terkecuali isu terhangat minggu-minggu ini menjelang dilaksanakan pemilihan umum (pemilu). Maraknya isu politik uang (money politics) tak luput dari perhatian mereka. Dengan penuh semangat anak-anak muda tersebut menentang politik uang dan mendukung penindakan secara tegas dan konsisten terhadap pelakunya. Seorang mahasiswa dengan lantang mengatakan bahwa Poluang “Golput” bak pasangan botol dan tutupnya. Melihat beberapa mahasiswa lain bingung dengan istilahnya, iapun menjelaskan bahwa yang ia istilahkan poluang adalah kependekan dari politik uang dan “Golput” adalah “golongan pemilih uang tunai”. Jadi keduanya merupakan pasangan yang pas untuk menjadikan pemilu menjadi kotor, curang dan menghasilkan mereka-mereka yang tidak bersih. Ia merujuk pada sebuah hasil survey yang dilaksanakan Lembaga Survei Nasional (LSN). Hasil survey tersebut menunjukkan mayoritas publik (69,1%) mengaku bersedia menerima pemberian uang dari para caleg atau parpol menjelang pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2014. Persentase ini naik hampir 30% bila dibandingkan hal yang sama pada pemilu 2004. Politik uang akan terus terjadi karena masih banyak yang mau menerimanya. Oleh karena itu kita harus berani menentang keduanya. Ini diamini mahasiswa yang lain. Politik uang tidak akan mewujudkan pemilu bersih. Politik uang pada pemilu akan menghasilkan orang-orang tak bersih yang kemungkinan besar akan makin menyengsarakan rakyat di kemudian hari. Pemilu yang bersih dari politik uang dan kecurangan menjadi harapan kita semua. Dengan demikian akan terpilih orang-orang bersih dan berintegritas. Mereka-mereka yang sejak awal berani menolak politik uang dan siap bekerja melayani rakyat. Bukan mereka-mereka yang melakukan politik uang. Saya teringat ucapan salah satu iklan yang cukup populer : Bisa diatur, wani piro? (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: