Pemilih Fanatik Turun 20 Persen

Pemilih Fanatik Turun 20 Persen

JAKARTA, BE – Kesetian pemilih kepada parpol kemungkinan besar akan mengalami penurunan drastis. Sebab dari hasil penelitian terungkap ada sekitar 20 persen pemilih yang tak akan lagi memilih parpolnya. ”Kecenderungan ini karena parpol mengalami proses deinstitusionalisasi, dimana citra parpol pada dua tahun terakhir ini semakin menurun,” kata Direktur Eksektif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda dalam diskusi Pilar Negara bertema ’Refl eksi Akhir Tahun bidang Polhukamnas’ bersama Ketua Fraksi PKB di MPR Lukman Edy dan politikus PDIP Maruarar Sirait di Gedung Parlemen RI, Senin (16/12). Menurut Hanta, para pemilih PKS dan Partai Demokrat (PD) dalam Pemilu 2004 dan 2009 kemungkinan besar dalam Pemilu 2014 tak lagi memilih kedua partai itu. Begitu pula para pemilih Partai Golkar dan PDIP dalam pemilu sebelumnya, namun akan memilih lagi kedua partai itu, walau tak sebanyak penurunan pemilih kepada PKS dan PD. ”Jelas keempat partai tu akan mengalami degradasi. Penurunan pemilih ini karena pasca reformasi selama 16 tahun ini, parpol mengalami proses presidensialisasi, dimana partai cenderung hanya dikendalikan satu orang saja sebagai fi gur sentral,” papar Hanta. Hanta menjelaskan, ada dua kelemahan parpol, yakni soal citra dan elektabilitas fi gur. Menurutnya, masih lumayan kalau suatu partai mempunyai fi gur kuat untuk ‘menjaga’ massanya agar tetap loyal terhadap partai tersebut. Namun, kalau tak punya gigur kuat, maka untuk mengakalinya parpol harus mencari figur demi mendapatkan massa pendukung sekaligus menaikkan elektabilitas parpol tersebut. ”Contohnya PKB memunculkan Rhoma Irama, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla untuk menaikkan eektabilitas,” imbuh Hanta. Terkait kontelasi pilpres, menurut Hanta, ada empat kemungkinan yang terjadi. Yakni presidensialiasi partai yang dipegang oleh ketua umumnya, fi gur dengan elektabilitas yang tinggi seperti Jokowi, pemilik modal yang bisa membeli tiket capres, dan akan muncul nama-nama baru seperti Jokowi. Mengenai pemerintahan yang tak efektif, Hanta mengatakan pemerintahan SBY-Boediono di 2014 makin berat, karena pengaruh SBY makin lemah dan otomatis makin sulit bisa menyatukan partai dalam Setgab Koalisi. ”Apalagi, presiden sebagai ketua umum partai, demikian pula menteri-menterinya, maka sekarang ini mereka pasti akan fokus untuk memenangkan partai dan ini akan terus terjadi sampai 2014,” pungkasnya. Di tempat yang sama, politisi PKB Lukman Edy mengingatkan, saat ini aparat hukum harus berkosentrasi dalam penanganan teroris, sebab jaringan teror kemungkinan besar akan beraksi jelang Pemilu 2014. Begitu juga soal SARA yang kalau tak tertangani dengan baik akan mengancam pertahanan keamanan. ”Begini ya, saya punya data kalau sekarang sedikitnya ada 25 persen penduduk yang anti Pancasila. Yang 25 persen penduduk ini masih menganggap Pancasila thogut (iblis), dan UUD 1945 itu adalah instrumennya thogut. Ini berbahaya. Kalau dibiarkan jangan heran lima tahun lagi Indonesia tinggal sejarah,” ungkap Lukman mengingatkan. Angka 25 persen itu diperoleh, kata Lukman, sesuai hasil survei yang dilakukan oleh MPR RI, pemerintah, kalangan kampus, dan LSI yang ternyata 25 persen itu mereka menolak sosialisasi Empat Pilar Bangsa. ”Survei pemerintah dengan melibatkan 30 ribu responden, dimana 25 persen dari mereka menolak Empat Pilar dan justru mereka ini menganggap Pancasila sebagai thogut. Potensi desintegrasi bangsa itu ada di 25 persen tersebut. Ini yang mesti diwaspadai. Walau yang mendukung NKRI ini masih 75 persen, tapi kalau yang 25 persen itu membuat chaos menjelang Pemilu 2014 ini, dengan menggunakan SARA, maka hancur negara ini ,” pungkasnya. (ind)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: