100 Kabupaten Belum Punya Kejaksaan

100 Kabupaten Belum Punya Kejaksaan

JAKARTA - Pemekaran wilayah di sejumlah daerah di Indonesia berimbas pada perangkat hukum. Hingga saat ini lebih dari 100 wilayah tidak punya kantor kejaksaan. Akibatnya, dalam memberkas perkara polisi setempat harus menyerahkan ke kejaksaan daerah induk atau kejaksaan di kabupaten terdekat. Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Feri Wibisono mengungkapkan, selain 100 kabupaten, ada tiga provinsi yang juga belum memiliki kantor kejaksaan sendiri. Tiga provinsi baru itu adalah Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Kalimantan Utara. Mengantisipasi hal tersebut, saat ini kejagung mengupayakan untuk membangun 20 kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) per tahun. Begitu pula sejumlah besar kantor Kejari maupun Kejati yang mengalami kerusakan. \"Rata-rata kantor kejaksaan di daerah sudah berusia antara 20 sampai 30 tahun,\" tutur Feri dalam diskusi, Rabu (8/5). Karena banyaknya permintaan perbaikan, pihak Kejagung harus melakukan seleksi. Kejagung menerapkan skala prioritas untuk membenahi kantor-kantor tersebut. Tim penilai berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) karena Kejagung tidak mampu membayar tim penilai swasta untuk menakar kebutuhan perbaikan kantor. Minimnya anggaran untuk kejaksaan juga berimbas pada sarana prasarana untuk tahanan. Dari sekitar 500 kantor kejaksaan negeri se-Indonesia, 90 persen di antaranya tidak memiliki sel terpisah. Artinya, tahanan laki-laki, perempuan, dan anak-anak dicampur dalam satu ruangan. Kondisi tersebut  sangat rentan bagi perempuan maupun anak-anak. Meskipun masa tahanan di kejaksaan sebenarnya tidak terlalu lama. \"Penahanan di kejaksaan paling lama enam jam sebelum tahanan dipindah ke rutan,\" ungkap Feri. Beberapa Kejari mencoba berimprovisasi dengan menempatkan anak-anak dalam ruangan non sel tahanan. Meskipun tidak aman, hal itu terpaksa dilakukan demi keselamatan anak-anak. Sejumlah Kejari lain berimprovisasi dengan menyekat atau membangun sel baru dengan anggaran seadanya. \"Jumlah kejari yang bisa berimprovisasi tidak banyak, paling sekitar 10 persen,\" keluh Feri. Selebihnya, karena keterbatasan anggaran, terpaksa membiarkan saja kondisi tersebut. Kejagung berharap anggaran untuk pembangunan infrastruktur ditambah sehingga pelayanan masyarakat tidak terganggu. (byu/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: