13 Negara Bahas Potensi Gempa Besar Mentawai di Padang
PADANG - Sebanyak 13 negara ikut membahas perkiraan potensi gempa yang masih tersimpan di Mentawai dengan kekuatan 8,9 skala richter (SR) yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Hotel Pangeran Beach, Padang yang dimulai 22-25 April 2013. Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan, acara bertema International Table Top Exercise (TTX) Mentawai Megathrust Disaster Exercise (DIREx) merupakan pelatihan peningkatan kapasitas dan kesiapan penanggulangan bencana terkait potensi megathrust 8,9 SR di Mentawai. \"Target kita adalah merumuskan kesiapsiagaan gempa di Mentawai dan dalam acara ini mengikut sertakan 13 negara yang terdiri 251 orang,” katanya, Senin (22/4/2013) Dalam pembahasan tersebut pesertanya dari Negara ASEAN, Australia, Amerika, beberapa negara Asia Timur dan Eropa. Kata Syamsul, TTX ini berlansung selama tiga hari, mulai dari akademik dan latihan. “Untuk sesi akademik itu meliputi pelatihan sistem peringatan dini tsunami, manajemen kedaruratan, mekanisme kerjasama internasional saat bencana,” ungkapnya. Selain itu juga dalam acara tersebut membahas cara prosedur penggunaan aset-aset militer selama masa tanggap darurat, peran masyarakat internasional, serta sesi berbagi pengalaman menangani gempa dan tsunami dengan pemerintah Jepang. “Sementara sesi berikutnya adalah pelatihan bersama yang melibatkan pemangku kepentingan di tingkat domestik dan regional dalam menghadapi sejumlah skenario kejadian bencana besar,” katanya. Selain itu pelatihan ini bertujuan untuk sinergisitas lintas sektoral, penguatan mekanisme komando, komunikasi dan koordinasi sipil-militer, penguatan mekanisme penanggulangan bencana alam yang melibatkan pelaku multi nasional. \"Dari acara ini kita mengharapkan lahir Standard Operating Procedure (SOP), untuk kemudian dipraktekkan dalam gladi posko dan gladi lapangan tahun 2014 mendatang,\" ungkapnya. Isu megathrust Mentawai berkekuatan 8,9 SR, bermula dari penelitian geologi Institut Teknologi California, Kerry Sieh tahun 1994. Dan penelitian mendalam dilanjutkan oleh geolog LIPI Danny Hilman Natawijaya. Meski membahas soal potensi bencana Mentawai, namun dalam acara kesiapsiagaan bencana itu sangat minim melibatkan orang Mentawai. Dalam acara tersebut utusan dari Mentawai hanya ada tiga orang, Kepala BPBD Elisa Siriparang, Ngo satu orang dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Pinda dan Mona aktivitis kemnusiaan dari Mentawai. \"Acaranya bagus untuk isu megathrust Mentawai, tapi peserta dari Mentawai sendiri hanya kok tak sampai lima orang,\" ujar Pinda. Menurutnya, kegiatan tersebut diadakan di Mentawai, sehingga masyarakat di pelosok pun bisa mengakses secara langsung. Dengan itu, setidaknya pemahaman tentang ancaman dan resiko yang diakibatkan megathrust dimengerti masyarakat, sehingga kesiapsiagaan pun sudah dipahami secara pribadi. \"Rencana gladi posko dan gladi lapangan pada tahun 2014, menurut saya sangat tak efektif. Gempa dan tsunami tak bisa diprediksi kapan terjadinya, gimana kalau terjadi sebelum agenda yang ditetapkan,\" tandasnya. Sementara itu, Irina Rafliana dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, mengatakan, seharusnya yang dilakukan pemerintah mendengarkan dulu masyarakat Mentawai itu maunya apa. Pemerintah juga mestinya bersentuhan langsung dengan masyarakat, sepertinya melakukan sosialisasi dan kampanye secara rutin, dengan datang langsung ke Mentawai. \"BNPB harusnya mengkroscek nilai-nilai masyarakat yang berpotensi tercerabut dalam upaya penanganan ancaman megathrust Mentawai,” katanya. Ia menambahkan, selama penelitian yang dilakukannya beberapa tahun belakangan di Mentawai, ada beberapa ancaman terhadap nilai-nilai sosial yang telah ada di Mentawai. Misalnya, bantuan asing dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada peristiwa gempa dan tsunami bulan Oktober 2010 serta hunian sementara yang memutus hubungan kolektif sesama orang Mentawai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: