Negatif Campaign dalam Debat Kandidat Pilkada, Antara Regulasi dan Pengawasan

Negatif Campaign dalam Debat Kandidat Pilkada, Antara Regulasi dan Pengawasan

Rajman Azhar (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Bengkulu)-(ist)-

Di Indonesia, regulasi yang mengatur komunikasi politik dalam pemilu, termasuk debat kandidat, terutama tercantum dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang ini mengatur tentang larangan kampanye yang tidak sesuai dengan etika, termasuk penyebaran fitnah dan hoax. Namun, peraturan yang ada saat ini masih memiliki kelemahan dalam hal pengawasan dan penegakan hukum terhadap kampanye negatif yang dilakukan oleh pasangan calon selama debat kandidat.

Meskipun regulasi tentang kampanye pemilu telah ada, pengawasan terhadap konten yang disebarkan melalui media sosial selama dan setelah debat kandidat masih sangat minim. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu seharusnya lebih aktif dalam mengawasi penyebaran informasi di ruang publik, baik melalui media massa maupun media sosial, terutama yang terkait dengan kampanye negatif saat debat.

Sebenarnya, negatif campaign dalam debat bisa dicegah menyebar di media sosial, jika moderator debat bisa memotong debat ketika para pasangan calon yang sudah saling menyebarkan negatif campaign atau dianggap menyimpang dari materi debat. 

BACA JUGA:Menghindari Politik Identitas di Balik Label Putra Daerah dalam Pilkada Bengkulu

BACA JUGA:Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Tantangan Perlindungan Privasi di Indonesia

Peran Media Sosial dalam Menyebarkan Negatif Campaign

Media sosial, dengan sifatnya yang viral, mempercepat penyebaran kampanye negatif setelah debat kandidat. Rahadi, D. R. (2017) menyatakan, perilaku pengguna dan informasi hoax di media sosial sangat mudah menyebar. Seperti halnya, potongan debat kandidat pasangan calon yang tidak selalu berdasarkan fakta atau yang dipotong-potong untuk membentuk narasi tertentu. Dalam banyak kasus, konten yang mengandung fitnah atau informasi palsu dapat dengan cepat tersebar dan mempengaruhi opini publik, bahkan tanpa verifikasi lebih lanjut.

Regulasi komunikasi yang mengatur penggunaan media sosial dalam kampanye politik masih sangat lemah, terutama dalam hal pengawasan konten. Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mengatur penyebaran hoax melalui Undang-Undang ITE, namun, kontrol terhadap penyebaran informasi di media sosial dalam konteks debat kandidat dan pemilu secara keseluruhan masih sangat terbatas. Dalam banyak kasus, penyebaran konten negatif terjadi tanpa kontrol yang memadai, sementara penyebarannya sendiri sangat sulit untuk dihentikan begitu informasi sudah tersebar luas.

Sanksi Terhadap Kampanye Negatif dalam Debat Kandidat

Salah satu tantangan besar dalam menangani kampanye negatif yang muncul selama debat kandidat adalah penerapan sanksi yang tegas dan jelas. Wiraguna, S. A. (2024) mengungkapkan, bahwa meskipun ada regulasi mengenai larangan kampanye negatif, penerapan sanksi terhadap pelanggaran negatif campaign masih seringkali tidak konsisten. Pada beberapa kasus, pasangan calon yang terbukti melakukan kampanye negatif tidak mendapatkan sanksi yang signifikan, sementara itu, dampak dari kampanye negatif bisa sangat merugikan citra pemilu.

Sanksi terhadap kandidat atau tim kampanye yang melakukan kampanye negatif harus lebih tegas, mulai dari pemberian peringatan, hingga penangguhan kampanye atau diskualifikasi apabila terbukti melakukan pelanggaran berat. Penegakan hukum yang konsisten ini penting untuk memastikan bahwa proses pemilu berlangsung dengan adil, transparan, dan tidak merugikan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kompetisi politik.

Mendorong Kampanye Positif dan Kualitas Debat

Salah satu cara untuk mengurangi dampak dari kampanye negatif adalah dengan mendorong kampanye positif yang berfokus pada isu-isu substantif dan solusi konkret untuk masalah yang dihadapi masyarakat. Disarankan agar debat kandidat menjadi ajang untuk menunjukkan kualitas diri masing-masing calon, bukan untuk menyerang pribadi lawan. Kampanye positif, yang lebih mengedepankan visi dan misi serta program-program yang akan dilaksanakan, dapat menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan mengurangi polarisasi di masyarakat. 

Negatif campaign dalam debat kandidat, yang menyebar melalui media sosial dan media massa, dapat merusak kualitas demokrasi dan integritas pemilu. Oleh karena itu, regulasi kebijakan komunikasi terkait pemilu perlu diperkuat untuk mencegah penyebaran informasi yang tidak akurat dan merusak citra lawan politik di media sosial.

Pengawasan yang lebih ketat oleh penyelenggara pemilu bukan hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia maya, serta penegakan sanksi terhadap kampanye negatif, sangat penting untuk menjaga kualitas demokrasi. Selain itu, promosi kampanye positif yang berbasis pada visi dan misi calon yang konkret akan menciptakan suasana politik yang lebih sehat dan mendorong pemilih untuk membuat keputusan yang lebih rasional.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: