Warga Nyaris Bentrok

Warga Nyaris Bentrok

\"1.RIO-KAPOLRESMUARA BANGKAHULU, BE - Tidak adanya solusi terhadap sengketa lahan di Kelurahan Bentiring, membuat situasi disana kian memanas. Ratusan warga yang menggarap perkebunan di kawasan Bentiring tersebut, Senin kemarin, sekitar pukul 11.00 WIB, nyaris bentrok dengan puluhan warga pengambil upahan dari PT Ning. Perusahaan yang memerintahkan memagar lahan bersengketa tersebut.

\"Tadi kami sudah dorong-dorongan. Karena mereka masih memagar disini, kami terima dan kami tidak menyuruhnya,\" ungkap warga yang mengaku bernama Buna\'am (45) saat dijumpai BE di TKP kemarin.

Beruntung Polisi dan TNI cepat mengetahui adanya konflik tersebut. Kapolres AKBP Joko Supryitno,SST,MK dan Kapolsek Muara Bangkahulu AKP SM Munthe dan Danramil Muarabangkahulu langsung turun ke TKP (Tempat Kejadian Perkara). Mereka dengan sigap langsung memisahkan dua kubu yang bertikai tersebut dan mendamaikan mereka. Sehingga pertikaian itu tidak berujung adu jotos yang bisa melukai masing-masing pihak.

Kapolres menjelaskan kepada warga jika kemarin tidak ada aktifitas pengukuran dan pemagaran lahan dari PT Ning, sehingga Kapolres meminta warga untuk membubarkan diri. \"Warga silahkan pulang, tidak ada pengukuran dan pemagaran dari PT Ning,\" jelas Kapolres Kepada warga.

Mendengar penjelasan Kapolres demikian, warga akhirnya secara perlahan membubarkan diri. Mereka pun meninggalkan lokasi terebut. Sebelum membubarkan diri, ada seorang warga yang mengatakan \"Baik Pak kami membubarkan diri, tapi kami minta pagar yang sudah dipasang untuk dicabut dan pancang tersebut dibawah pulang,\" ungkapnya.

Keributan itu bermula, saat warga penggarap sedang bekerja, mereka melihat pekerja PT Ning itu menurunkan kayu.Mereka mau menancapkan kayu tersebut ditepi jalan memagari lahan itu. Padahal lokasi itu satu-satunya akses warga menuju kebun mereka yang berada didalam hutan.

Lebih lanjut warga menjelaskan sebenarnya,sengketa lahan tersebut sudah diminta diselesaikan ke pengadilan. Namun tidak ada satupun perusahaan yang mengaku sebagai pemilik lahan tidur, yang sudah 20 tahun lebih menjadi hutan belantara ini. Setalah warga menggarap lahan tersebut justru banyak perusahaan yang mengaku sebagai pemegang HGU (Hak Guna Usaha) lahan tersebut. Dijelaskan warga Arman, sebelum PT Ning mengklaim pemilik lahan ini, sudah ada PT Agri yang juga pernah mengaku memiliki lahan 42 hektar dilokasi sengketa tersebut.

Namun lahan tersebut dapat dipertahankan oleh warga. Setalah PT Agri, kini muncul PT Ning juga mengklaim sebagai pemilik lahan itu. \"Dulu PT Agri mengaku memilik lahan 42 hektar disini, lalu sekarang PT Ning yang mengatakan mempunyai lahan seluas 22 hektar disini. Sedangkan kami disini hanya menggarap lahan seluas sekitar 23 hektar saja,\" terang Arman.

Arman juga mengatakan jika dilahan tersebut telah ditempati oleh 316 kepala keluarga. Sekitar 26 KK telah menetap dan membangun rumah disana. Sedangkan PT Ning itu tidak jelas, karena tidak ada kantor di Bengkulu serta alamat kantornya juga tidak jelas.

Versi warga sekitar Muksin (55),  mengungkapkan jika kedua belah pihak yang bertikai tersebut bukan warga sekitar lokasi pertikaian, melainkan warga pendatang. Mereka tidak pernah berkomunikasi dengan warga sekitar baik warga penggarap lahan maupun pihak perusahaan yang mengklain sebagai pemilik lahan tersebut. \"Kami tidak mengetahui kedua belah pihak yang jelas bukan warga sini,\" singkatnya.

Untuk diketahui Polda Bengkulu Pernah mengusut Sengketa lahan ini sebenarnya telah sampai ke Polda Bengkulu. Para warga penggarap menjadi pihak terlapor dengan PT Nings Association sebagai pelapornya. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedy Irianto SH kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu pernah mengatakan, ia telah memeriksa 146 warga karena penggarapan lahan yang mereka lakukan tidak disertai dengan surat-surat kepemilikan lahan.

Sementara dari PT Nings Association kepada polisi dapat menunjukkan bukti kepemilikan yang sah. Berupa bukti  pembayaran pajak dari lahan seluas 22 hektare yang dibagi sebanyak 316 kavling di Kelurahan Bentiring yang di sengketakan tersebut. “Kalau seandainya perusahaan mampu menunjukkan surat-suratnya yang sah namun warga penggarap hanya menunjukkan surat tidak jelas kan namanya penyerobotan,” penjelasan Dedy waktu itu. (Cw4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: