Bapenda Sosialiasikan BPHTB

Bapenda Sosialiasikan BPHTB

ARGA MAKMUR, Bengkulu Ekspress- Masih minimnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak yang merupakan kewajiban, mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bengkulu Utara (BU) untuk mengadakan sosialisasi pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), kemarin (25/4) bertempat di hotel Kurnia Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.

Dimana BPHTB ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan UU No 20 tahun 2009, yang merupakan pajak negara yang dikelola langsung oleh Departemen Keuangan RI. Namun seiring dengan perjalanan Otonomi Daerah pengelolaan BPHTB ini sepenuhnya diserahkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bapenda Bengkulu Utara, Sugeng, SE MM kemarin (25/4), bahwa Pemerintah kabupaten BU melalui Perda No.1 tahun 2011 telah menetapkan BPHTB sebagai pajak daerah dan dikuatkan dengan dikeluarkannya Perbub Nomer 5 tahun 2011. \"Jadi pengelolaan BPHTB ini sudah sepenuhnya dikelola oleh daerah, karena merupakan pajak daerah yang wajib untuk dibayar oleh masyarakat yang ada di Bengkulu Utara,\" kata Sugeng.

Sugeng berharap, melalui kegiatan sosialisasi ini pihaknya mengharapkan perangkat desa bisa menjadi perpanjangan tangan dinasnya untuk menyosialisasikan tentang BPHTB ini kepada masyarakat, karena memang pajak ini bersifat wajib dan sebagai salah satu instrumen pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD). \"Kita harap pemungutan BPHTB ditahun 2019 ini bisa berjalan dengan baik, sehingga tidak ditemukan lagi warga yang menunggak  atau menolak untuk membayar pajak ini dan peran dari prangkat desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah sangat dibutuhkan,\" ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Kabid Penagihan Bapenda Bengkulu Utara Reinhard Nababan, SE menerangkan, yang melandasi pajak adalah peran serta masyarakat dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat melalui peningkatan penerimaan negara dengan cara pengenaan pajak. Sedangkan BPHTB dinamai bea, bukan pajak, karena memiliki ciri khusus yang membedakan keduanya.

\"Ciri pertama, pembayaran pajak terjadi lebih dahulu daripada saat terutang. Sementara pembeli tanah bersertifikat sudah diharuskan membayar BPHTB sebelum terjadi transaksi atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani, hal itu terjadi juga dalam bea materai,\" jelasnya.

Nababan, menambahkan, ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidensial atau berkali-kali, dan tidak terikat oleh waktu. Misalnya, membeli atau membayar materai tempel dapat dilakukan kapan saja. Demikian pula dengan membayar BPHTB terutang. Hal ini tentunya berbeda dengan pajak, yang harus dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

\"BPHTB dikenakan terhadap orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa orang atau badan tersebut mempunyai nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut, di mana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan atau bangunan,\" terangnya.

Sementara itu, dalam sesion tanya jawab, salah seorang warga masyarakat dari Kecamatan Arma Jaya menyampaikan. Soal kurangnya informasi pemahaman terhadap masyarakat terkait BPHTB tersebut. Seperti terjadi selama ini, masyarakat tidak tahu harus melapor kemana.

\"Kita menyambut baik sekali sosialisasi ini. Namun, terkait dengan nilai yang harus dilaporkan, kita masyarakat masih banyak yang belum paham dan harus melapor kemana. Kedepan diharapkan agar sosialisasi seperti ini lebih diluaskan lagi hingga ke desa-desa dan kelurahan,\" tukasnya.(127)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: