KEPAHIANG, Bengkulu Ekspress - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang Provinsi Bengkulu mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI atas pengelolaan APBD 2017. Opini WDP tersebut diserahkan BPK RI Perwakilan Bengkulu kepada ketua DPRD H Badarudin AMd dan Bupati Kepahiang Dr Ir Hidayatullah Sjahid MM Senin (28/5) di Bengkulu.
Bupati Dr Ir Hidayatullah Sjahid MM mengaku kecewa dengan kinerja jajarannya, hingga dua tahun berturut pihaknya mendapatkan opini WPD dari BPK RI Perwakilan Bengkulu.
\"Secara prinsip selaku Bupati dan Pemkab Kepahiang kami kecewa. Komitmen Sekda, Inspektur dan para Kepala OPD masih belum optimal. Kurang cermat melakukan melakukan pengelolaan dan pertanggungjawan keuangan,\" terang bupati.
Menurut bupati, kesalahan-kesalahan tahun lalu masih terjadi, sehingga terjadi temuan kerugian negara dalam pengelolaan keuangan atau APBD 2017.
\"Kesalahan seperti ketekoran kas, pelaksanaan verifikasi keuangan oleh verifikator tidak berjalan, SPJ yang tidak akurat sesuai mata anggaran dan hal-hal lain yang bersifat material. Sehingga secara akumulatif tidak memberikan dukungan terhadap upaya ke arah WTP,\" ungkapnya.
Ditegaskan Bupati Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penyebab gagalnya WTP terjadi lingkungan Setda, Setwan dan beberapa OPD. \"Perlu komitmen yang tinggi dan upaya yang sungguh-sungguh untuk mendapat Opini WTP. Ini pelajaran yang pahit,\" kata bupati.
Sebelumnya Inspektorat Daerah Kabupaten Kepahiang sudah mengingatkan agar 8 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyelesaikan pemberkasan SPJ penggunaan anggaran yang diminta audit BPK. Supaya Pemkab Kepahiang dapat kembali meraih Opini WTP seperti awal kepemimpinan Hidayatullah Sjahid dan Netti Herawati SSos. Setidaknya ada 8 OPD jadi temuan BPK.
Kepala Inspektorat Daerah, Harun, SE. Ak, M.Si mengatakan indikasi kerugian keuangan negara terjadi karena SPJ Bendahara belum lengkap hingga disinyalir adanya penyelewengan dana dalam penyerapan anggaran. Sehingga dana terserap tak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, hingga jadi temuan BPK RI. (320)