Sarudin : Dugaan Pungli Tak Benar
MERIGI KELINDANG, Bengkulu Ekspress - Perseteruan antara warga Desa Taba Durian Sebakul, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Benteng, Sarudin Apriadi dengan Kepala Desa (Kades), Syafril akhirnya, berakhir. Kedua belah pihak pun akhirnya berdamai dan sepakat untuk tak lagi mempersoalkan dugaan pungutan liar (pungli) yang sebelumnya ditudingkan kepada Kades.
Kepada Bengkulu Ekspress, Sarudin mengungkapkan, bahwa tudingan tersebut sengaja dilontarkan sebagai bentuk kekesalannya terhadap Kades yang dinilai mempersulit dirinya. Baik itu untuk mengurus surat keterangan meninggal dunia orang tuanya ataupun surat jual beli tanah.
\"Semua yang saya sampaikan sebelumnya merupakan ungkapan kekesalahan. Sejatinya, tak ada masalah ataupun pungutan yang disebutkan. Semua adalah kesalahpahaman semata,\" kata pria yang akrab disapa Rodek tersebut. Menyikapi hal itu, Kades mengungkapkan, bahwa dirinya tak akan memperpanjang masalah. \"Saya harap permasalahan seperti ini tak lagi mencuat. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak kepolisian dan pihak Pemerintah Kecamatan yang telah membantu melakukan mediasi,\" ungkap Kades.
Lebih lanjut, Kades menjelaskan, bahwa Pemerintah Desa Taba Durian Sebakul memiliki peraturan desa (Perdes) yang mengatur tentang biaya administrasi jual beli tanah ataupun pembayaran ganti rugi lahan. Sesuai dengan Perdes tahun 2009 Bab IV pasal 1 tentang pertanahan yang ditandatangani oleh Camat saat pemekaran kecamatan, disebutkan bahwa setiap warga yang melakukan transaksi jual beli atau menerima ganti rugi diwajibkan mengeluarkan biaya administrasi untuk kas desa sebesar 10 persen dari total biaya jual beli ataupun ganti rugi yang dikeluarkan.
\"Fee sebesar 10 persen itu bukanlah pungli, melainkan sudah ketentuan yang disebutkan dalam Perdes. Uang tersebut nantinya akan disimpan ke kas desa dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan desa, bukan kepentingan pribadi Kades,\" pungkasnya.
Dilansir sebelumnya, Sarodek menuding Kades mempersulit dirinya untuk mengurus surat kematian dan jual beli tanah. Kades juga dituding meminta uang senilai Rp 17 juta sebagai syarat untuk memberikan tanda tangan. (135)