\"Kami meminta untuk penyesuaian ijazah (konversi) ijazah oleh Unib. Kami alumni merasa sangat dirugikan. Kami berkeinginan melanjutkan pendidikan ke S2. Ironisnya, saat ini jangankan untuk melanjutkan pendidikan, ijazah S1 kami saja tidak diakui oleh BKN,\" tandas Koordinator Lapangan (Korlap) Heri Marlinda.
Keberadaan jurusan S1 Penjaskes ini, kata dia, merupakan kelas jauh atas kerjasama Universitas Bengkulu dengan Universitas Negeri Padang (UNP).\"Banyak kendala yang kami rasakan. Setelah diangkat menjadi PNS, kita tidak bisa melakukan kenaikan pangkat. Saat ini para alumni yang telah diangkat sebagai pegawai masih mengandalkan ijazah D2-nya,\" ucapnya.
Mereka pun meminta kejelasan nasib status ijazah tersebut. Sebab bila tak segera disikapi para alumni sangat dirugikan dan tidak bisa banyak berbuat apa-apa dengan ijazah tersebut. \"Saat ini jumlah alumni Penjaskes yang ijazahnya belum bisa digunakan mencapai 500 orang. Karena kerjasama ini terbentuk dari tahun 2008 hingga saat ini,\" katanya.
Dinilai Janggal Massa unjuk rasa juga mencurigai kerjasama yang dilakukan Unib dan UNP terkait membuka program kelas jauh Penjaskes ilegal. Pasalnya sesuai dengan surat edaran Dikti Perguruan Tinggi tahun 2007, perihal larangan pembukaan kelas jauh. Namun selang hampir satu tahun tepatnya pada 12 September 2008 FKIP Unib dengan UNP meneken MoU dan membuka kelas jauh. Saat itu Dekan FKIP Unib dijabat Dr Syafnil. \"Padahal SE dari Dikti sudah dilarang, kok tahun 2008 masih dilaksanakan,\" terangnya.
Kejanggalan juga diketahui pembayaran uang semester yang disetorkan, tambah Heri,jumlahnya bervariasi antar jenjang. Disetor ke rekening pribadi salah satu oknum pejabat di Prodi. Padahal jika ini lembaga maka uang itu semestinya disetor atas nama rekening lembaga. Besaranya saat itu Rp 1,3 juta per semester ditambah Rp 600 ribu untuk biaya transport.
Para alumni sudah kerap mempertanyakan status tersebut. Namun tak pernah diseriusi. \"Orang tua kami sudah mengeluarkan biaya cukup besar untuk pendidikan ini. Lebih menyedihkan lagi mereka yang berkeluarga sudah banyak berkorban, nyatanya ijazah tidak bisa digunakan, \" bebernya seraya mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran jika tuntutanya itu tak direalisasikan.
Diberi 5 Opsi Setelah melakukan berbagai orasi, puluhan massa unjuk rasa kemudian melakukan longmarch di sepanjang jalan menuju gedung Rektorat Unib. Mereka berencana bertemu Rektor Unib Prof Ir H. Zainal Muktamar MSc PhD. Setelah melakukan berbagai lobi akhirnya massa unjuk rasa ditemui Pembantu Rektor IV, Drs Azhar Marwan MSi. Massa kemudian berkumpul di ruang Rapat I Rektorat Unib. Dalam pertemuan itu pengunjuk rasa ditemui Dekan FKIP Unib, Rambat Nur Sasongko dan Pembantu Dekan III, Syafrizal.
Dalam pertemuan itu, Rambat Nur Sasongko bersama Syafrizal mengakui kalau ijazah yang telah diajukan ke BKN tidak diakui. BKN memiliki interpretasi tersendiri dalam penerapan pembukaan kelas jauh. Yakni dengan jarak 60 Km. \"Pak Syafnil telah ke BKN. Mereka (BKN) tetap bersi kukuh tidak mengakui ijazah itu,\" ungkapnya.
Untuk memutuskan konversi bukan kewenangan fakultas. Pun begitu, Rambat mengaku berempati dan prihatin atas kejadian ini. Ia pun memberikan 5 opsi bagi alumni Penjaskes. Pertama Unib memberikan surat keterangan telah berkuliah di Bengkulu di program kelas kerjasama UNP di FKIP Unib. Kedua meminta BKD dan BKN memberikan tafsiran penyelenggaraan program kerjasama.
Ketiga meminta pada UNP untuk membuat surat keterangan kerjasama. Keempat konversi ijazah namun butuh waktu dan biaya untuk dimasukkan dalam program reguler. Dan kelima para alumni dimasukkan dalam program kesetaraan guru dalam jabatan kerjasama dengan Unila dan menunggu proses akreditasi.
Atas penawaran itu para alumni meminta untuk konversi ijazah. Karena program S1 Penjaskes tahun ini sudah akan melakukan wisuda pada April mendatang. Dengan begitu tidak harus menunggu waktu hingga lama. Pertemuan itu belum ditemukan kata sepakat dan akhirnya pendemo pun membubarkan diri. (247)