“Penggarap hutan produksi di daerah ini banyak. Untuk mengatasi terjadinya konflik dan lainnya, kita berupaya maksimal untuk mengatasinya,” kata Kepala Tata Usaha KPHP Kabupaten Mukomuko, M Rizon SHut dikonfirmasi Bengkulu Ekspress.
Upaya yang saat ini tengah berjalan, diantaranya menjalin kemitraan dengan masyarakat untuk mengatasi konflik tumpang tindih penguasaan lahan dalam hutan produksi terbatas di daerah ini.
“Ini salah satu solusi untuk mengatasi konflik. Supaya masyarakat legal dalam menggelola kawasan hutan dan tidak tumpang tindih,” katanya.
Ia juga menyampaikan, agar masyarakat segera mungkin mengajukan proposal ke instansi tersebut dan dilokasi itu nantinya yang boleh ditanam adalah tanaman yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Seperti tanaman padi darat, karet dan pala. Karena hasil dari tanaman itu dapat mereka jual.
Menurutnya, pola kemitraan yang paling cepat prosesnya bagi masyarakat untuk menggelola kawasan hutan yang terlanjur dibuka oleh masyarakat.
“Lebih cepat masyarakat mengajukan proposalnya, maka lebih cepat pula akan diproses. Mulai dicek lokasi, verifikasi hingga nantinya akan ditetapkan dan lahan itu legal,” ujarnya.
Ia menambahkan, hampir seluruh hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi (HP), khususnya di HPT Air Ipuh II yang terlanjur dikelola masyarakat setempat.
“Dari puluhan ribu hektar, sekitar 70 persen sudah digarap masyarakat,” ungkapnya. (900)