LUBUK PINANG, Bengkulu Ekspress – Masyarakat di Kabupaten Mukomuko khususnya di wilayah Kecamatan Lubuk Pinang dan sekitarnya mendesak pihak – pihak terkait melakukan penertiban penjualan minuman tuak di wilayah tersebut. Pasalnya, penjualan tuak diduga telah meresahkan hingga telah merambah di kalangan pelajar di kecamatan tersebut.
“ Penjualan tuak ini seakan - akan sangat bebas. Buktinya anak – anak usia pelajar dengan mudahnya mendapatkan hingga mengkonsumsi minuman tersebut, ” tegas Tokoh Masyarakat Kecamatan Lubuk Pinang, Abu Zaman kepada Bengkulu Ekspress kemarin.
Menurutnya, khusus tuak yang dibeli kalangan pelajar dengan harga Rp 10 ribu per liter itu. Oleh oknum pelajar diduga kuat dioplos dengan obat batuk merek komix dan minuman ale – ale. Lokasi tempat para pelajar itu minum di tempat – tempat sepei, baik itu pada siang dan malam hari. Seperti di dalam terminal hingga di jembatan yang ada di wilayah tersebut serta tempat sepi lainnya. Untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan. Diharapkan sesegera mungkin dilakukan penertiban.
“Kami sebagai masyarakat sangat prihatin minuman tuak telah merambah kalangan pelajar. Ditambah lagi minuman itu dioplos. Jangan sampai akibat minuman yang dioplos akan berdampak lebih negatif lagi,” ujarnya.
Dia menyampaikan, jikalau minuman tuak itu adalah minuman tradisional bagi orang – orang tertentu diharapkan penjualan dibatasi. Khususnya tidak dijual kepada kalangan usia pelajar. “ Saya sangat khawatir jika ini dibiarkan akan mengarah ke hal –hal negatif lainnya. Karena usia pelajar rata – rata sudah punya handphone yang dapat langsung mengakses internet. Pengaruh dari minuman yang dioplos bisa saja akan mengarah ke hal negatif lainnya,” bebernya.
Ia menambahkan, lokasi penjualan tuak itu di desa Suka Pindah dan Lubuk Pinang. Sebelum – belumnya masyarakat bersama pihak – pihak terkait pernah melakukan penertiban. Tetapi penjualan tuak tersebut masih berlangsung hingga pembelinya tanpa ada batasan usia. “ Lebih baik pemerintah dan pihak terkait lainnya melakukan penertiban. Sebelum masyarakat yang menertibkan dengan cara sendiri,” lanjut Abu. (900)