Presiden Brasil Permalukan Duta Besar RI dengan Diundang Terus Ditolak

Minggu 22-02-2015,11:35 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

JAKARTA – Kejadian mengejutkan dialami duta besar (Dubes) RI untuk Brasil yang baru, Toto Riyanto. Pemerintah Brasil menolak surat kepercayaan atas nama dirinya. Kejadian tersebut tentu saja dinilai sebagai upaya mempermalukan Indonesia. Pemerintah Indonesia pun bereaksi keras atas insiden tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmanatha Nasir menjelaskan, perlakuan Presiden Brasil Dilma Rousseff kepada Dubes yang baru tak bisa dimaklumi. Sebab, dia yakin bahwa penolakan surat kepercayaan itu disengaja untuk mempermalukan perwakilan pemerintah Indonesia di hadapan negara lain. Hal tersebut terlihat dari kronologi kejadian. ”Memang penerimaan surat kepercayaan dari Dubes adalah hak prerogatif pemerintah masing-masing. Tapi, yang terjadi adalah Dubes Indonesia mendapatkan undangan resmi dari pemerintah Brasil. Dia sudah dijemput protokol pemerintah, naik mobil khusus dengan dikawal voorrijder, dan sudah masuk istana. Tapi, di hadapan Dubes lain yang juga punya tujuan sama, presiden bilang menolak surat itu. Logika mana pun jelas mengatakan bahwa itu disengaja,” terangnya di Jakarta Sabtu (21/2). Dia menegaskan, yang dilakukan pihak Brasil sudah jelas melanggar rambu-rambu dan norma. Menurut Konvensi Wina 1961, wakil negara harus diperlakukan dengan hormat. Karena itu, menghina wakil negara RI dinilai sama dengan merendahkan presiden dan 250 juta rakyat Indonesia. Karena itu, pihaknya sengaja melakukan tindakan keras dan tegas. ”Kami telah memanggil duta besar Brasil untuk Indonesia pada 20 Februari pukul 22.00 untuk menyampaikan protes keras. Juga menyampaikan nota protes ke pemerintah Brasil. Kami akan hargai kalau Brasil protes. Tapi, itu harus dilakukan dengan cara yang baik. Dubes Brasil pun tidak bisa menjelaskan apa-apa,” ungkapnya. Soal dampak jika hubungan Brasil-Indonesia memburuk gara-gara hukuman mati gembong narkoba asal Brasil, pria yang akrab disapa Tata itu tak mau berkomentar. Sebab, pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan pernyataan tegas. ”Kami sudah jelaskan, Dubes akan kami tarik sampai ada kepastian kapan pemerintah bisa menerima surat kepercayaan,” imbuhnya. Terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya memberikan dukungan atas pemanggilan pulang Dubes RI untuk Brasil. Dia mengkritik sikap pemerintah Brasil yang membatalkan pemberian mandat (credential) saat Dubes RI memenuhi undangan itu di istana kepresidenan. ”Di saat yang bersangkutan sudah bersama Dubes lain, pemberian credentialdibatalkan. Ini adalah pelecehan diplomatik,” tutur Tantowi. Jika sikap Brasil itu merupakan buntut atas eksekusi warganya di Indonesia karena kasus naskoba, hal tersebut tidak bisa diterima. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang bisa mengintervensi hukum negara lain. ”Ini hanya memperburuk kerja sama yang sudah terjalin baik,” kata anggota Fraksi Partai Golongan Karya tersebut. Tantowi menyatakan, setidaknya ada dua bidang di mana pemerintah Indonesia dan Brasil bekerja sama. Di bidang pertahanan, pemerintah Indonesia pada periode lalu memesan pesawat Super Tucano serta Multi Launcher Rocket System (MLRS). Di bidang perdagangan, Brasil saat ini berusaha memasukkan daging olahannya ke Indonesia.”Saya menilai, dalam dua hal itu Brasil dalam posisi lebih membutuhkan kita,” tambah dia. Tantowi menegaskan, Indonesia sedang berada dalam posisi darurat narkoba. Karena itu, pemerintah tidak boleh takut, apalagi tunduk, oleh tekanan-tekanan, terutama yang saat ini muncul dari Brasil serta Australia. Sementara itu, soal penolakan Presiden Brasil Dilma Rousseff untuk menerima Dubes Indonesia Toto Riyanto, Jaksa Agung H M. Prasetyo menjelaskan, bentuk protes seperti apa pun tidak akan menghentikan eksekusi terhadap terpidana. ”Namun, kami menghargai upaya setiap negara yang ingin membela warganya,” terangnya. Misalnya usaha Australia. Akhirnya, Indonesia luluh dengan memberikan waktu lebih lama bagi Bali Nine. Hal itu dilakukan karena pertimbangan kemanusiaan, yakni memberikan waktu bagi keluarga untuk bertemu dengan terpidana mati. ”Namun, atas alasan kemanusiaan dan juga putusan sidang, Kejagung tidak bisa menghentikan proses eksekusi. Perlu diketahui, setiap hari lebih dari 40 juta orang meninggal akibat narkotik. Apa itu tidak mengerikan?” tegasnya. Bila perlu, Kejagung akan memberikan pengertian secara persuasif kepada setiap negara yang warganya akan dieksekusi. Kejagung yakin bahwa negara-negara itu akan mengerti kalau diberi penjelasan. ”Kalau butuh penjelasan, tentu akan kami berikan,” paparnya. Sikap pemerintah Indonesia yang marah terhadap penolakan surat kepercayaan Dubes RI oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff turut menuai beberapa kritik. Terutama dari pakar-pakar hubungan internasional (HI). Menurut mereka, Indonesia seharusnya bisa bermain lebih cantik dalam upaya diplomasi. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Teuku Rezasyah, guru besar HI Universitas Padjadjaran, Bandung. Dia mengatakan, secara prinsip langkah yang diambil pemerintah sudah benar. Namun, pengutaraan dari langkah tersebut bisa memperburuk hubungan bilateral antara dua negara. ”Sudah benar bahwa Dubes sebaiknya dipanggil. Karena komunikasi Brasil juga tidak elok. Tapi, pemerintah seharusnya lebih halus dalam berdiplomasi. Misalnya, mengutarakan bahwa Dubes ditarik untuk konsultasi,” terangnya. (bil/bay/idr/c11/end)

Tags :
Kategori :

Terkait