BENGKULU, BE - Perda Kota Bengkulu Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel/Penginapan yang mengatur tentang pajak rumah kos kepada pemilik kos se-Kota Bengkulu dinilai memberatkan dunia pendidikan. Disampaikan Sekretaris Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bengkulu, Yusuf Sugianto, kebijakan tersebut semakin menjerumuskan dunia pendidikan ke dalam sistem kapitalisme.
\"Warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan tanpa diberatkan dengan segala macam pembayaran. Untuk membayar biaya pendidikan saja mahasiswa dan sebagian pelajar dari luar Kota Bengkulu sudah sangat terbebani. Kalau kemudian akan dibebankan kembali dengan pembayaran biaya sewa kos-kosan, itu semakin menyingkirkan kaum melarat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Padahal janji walikota terpilih dahulu adalah menciptakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Silakan rakyat menilai sendiri kebohongan yang ada dari fakta ini,\" ujarnya, kemarin.
Dia menjelaskan, Perda mengenai kos-kosan tersebut seharusnya dipikirkan secara matang, bukan sekadar dari sisi mencari pemasukan pendapatan daerah yang besar semata. Menurutnya, sekitar 90 persen penghuni kos-kosan di Kota Bengkulu merupakan pelajar dan mahasiswa yang sebagian besarnya berasal dari kalangan menengah ke bawah.
\"Mencari pendapatan daerah yang besar sama sekali tidak salah. Bahkan itu lah tugas pemerintah. Yang salah adalah pemerintah mencarinya dari kantong orang-orang miskin. Padahal masih banyak mereka yang berkantong tebal yang selama ini mendapatkan banyak hak istimewa dari pemerintah,\" tukasnya.
Ia mencontohkan, seharusnya pemerintah lebih memprioritas peningkatan pajak yang berasal dari sektor bisnis ritel dan restoran seperti Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern. Sektor lain yang bisa ditingkatkan nilai pajaknya, tandasnya, bisa juga seperti usaha walet maupun pajak hotel.
\"Kami heran, kenapa justru yang ditekan adalah dunia pendidikan yang mutu dan kualitasnya saat ini sedang dipertanyakan. Satu hal yang pasti, pajak kosan ini akan membuat kualitas pendidikan semakin buruk. Bila dikembalikan dengan semangat konstitusi bahwa warga negara berhak mendapatkan akses terhadap dunia pendidikan, maka Perda itu bertentangan dengan konstitusi,\" paparnya.
Senada disampaikan Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Bengkulu, Muamar SH, Perda kos-kosan mencerminkan pemerintah tidak kreatif dalam upaya menggalang pemasukan daerah. Menurutnya, pemerintah sebenarnya bisa saja mengubah strategi peningkatan pendapatan dengan cara menjadikan Kota Bengkulu sebagai kota yang strategis bagi iklim dunia pariwisata.
\"Tidak melulu dengan membuat Perda ini itu untuk meningkatkan pendapatan. Seharusnya ada strategi besar misalkan dengan menjadikan Kota Bengkulu sebagai kota tujuan utama wisatawan. Sekarang ini sudah banyak yang menilai kita memiliki potensi wisata yang besar. Hanya pemerintah yang tidak kreatif dalam mengembangkan potensi ini,\" ucapnya. (009)