MUKOMUKO, BE – Warga antara Desa Rawa Mulya (SP7), XIV Koto dengan warga Kelurahan Bandar Ratu Kota Mukomuko, kemarin (21/11) siang nyaris bentrok.
Hal ini disebabkan setelah adanya kegiatan pembukaan jalan baru yang berlokasi di antara dua desa tersebut yang batasnya belum jelas tersebut. Supaya tidak terjadi hal – hal yang tidak inginkan, mulai dari jajaran Kecamatan XIV Koto, Kota Mukomuko hingga sejumlah SKPD dan pihak Kepolisian langsung turun ke lapangan di wilayah sengketa tersebut.
Aktivitas kegiataan pembukaan jalan baru pun terpaksa dihentikan. “Untuk sementara, pembukaan jalan baru ini dihentikan. Selesaikan terlebih dahulu status lahan dan batas antara Desa Rawa Mulya dan Kelurahan Bandar Ratu,\" ujar Kabag Administrasi Pemerintah Kabupaten, Badi Uzaman didampingi sejumlah pejabat dan warga didua desa tersebut.
Kegiatan pembukaan jalan baru bisa dilanjutkan kembali setelah adanya kepastian dari hasil pertemuan di pemerintahan soal batas dua desa tersebut yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Untuk menjaga supaya tidak terjadi keributan antar warga, akan diselesaikan dahulu tapal batas termasuk juga status kepemilikan lahan yang dibuka untuk jalan tersebut. “Untuk penyelesaiannya tidak disini (lapangan), melainkan akan diselesaikan di kantor Setdakab dan kedua belah pihak diundang,” katanya.
Badi menjelaskan, surat keputusan (SK) bupati terkait pembentukan tim tapal batas desa tahun 2012 lalu itu belum menghasilkan keputusan soal batas desa. “Timnya memang sudah ada, tetapi belum ada keputusan final mengenai letak batas desa khususnya antara dua desa ini,” bebernya.
Kepala Desa Rawa Mulya, Jumadi menyampaikan , untuk pembangunan jalan di lahan yang masih masuk wilayahnya tersebut sesuai dengan patok yang dipasang dan disaksikan oleh tim tapal batas desa waktu itu. Begitu pun mengenai status tanah, pihaknya mengantongi bukti surat hibah dari pemiliknya. “Untuk sertifikat dan buktinya ada dan sangat jelas wilayah ini masuk SP7,” tegasnya.
Ketua Rt 5 Dusun Talang Karet Kelurahan Bandar Ratu, Mahfud menolak di lokasi itu dibangun jalan. Ini dikarenakan belum ada kejelasan batas dan sebagian lokasi itu masih punya warganya. “Beberapa tahun lalu di lokasi ini kami yang tebang tebas, tidak asal mengambil saja lahan ini. Tidak ada dasarnya satuan pemukiman (SP7) mengklaim lokasi ini masuk SP7,” ujar Mahfud.
Mahfud setuju adanya rencana pemerintah melakukan penegasan batas. “Saya setuju adanya penegasan batas. Supaya tidak ada pihak lainnya yang mengklaim wilayah ini yang merupakan lahan milik warganya,” tutupnya. (900)