Mereka mengkhawatirkan orang tua yang sangat mereka sayangi itu akan menjadi korban politik, terlepas menang atau kalah dalam pertarungan di pilkada. Mengingat ilmu dan pengalaman orang tuanya ini di bidang politik sangatlah minim, atau mungkin tidak ada sama sekali. Ketiga jika nanti ayahnya menjadi bupati, maka praktis ia akan tinggal di Mukomuko dan juga bisa dipastikan ibunya juga akan mendampingi. Itu artinya mereka akan hidup berjauhan dengan orang tuanya.
Terlihat jelas dari alasan anak-anak Ichwan Yunus bahwa mereka bukannya tidak memahami akan keprihatinan ayahnya terhadap keadaan masyarakat di Mukomuko. Bukan pula karena tidak mengerti maksud baik Ichwan Yunus untuk mengabdi kepada rakyatnya.
Keberatan mereka lebih karena kekhawatiran akan berubahnya tatanan kehidupan keluarga yang selama ini mereka rasakan sudah mapan. Mereka juga dihantui oleh bayang-bayang kehidupan orang tuanya kelak di daerah terpencil di Mukomuko. Mereka membayangkan betapa repotnya jika suatu saat orang taunya jatuh sakit, yang memerlukan pertolongan dan perawatan yang cepat dan cermat. Mengingat akses transportasi yang masih sangat sulit, sarana dan prasarana medis yang juga sangat jauh bisa dibandingkan dengan Jakarta.
Namun demikian, setelah dua bulan berlalu, mereka sama sekali tidak melihat adanya tanda-tanda ayahnya akan surut dari niat dan tekadnya. Bahkan semakin menunjukkan gelagat sebaliknya. Maka tidak ada laternatif lain kecuali memberikan restu kepada ayahnya.
Adalah Rosna, istri Ichwan Yunus yang pertama memberikan restu kepadanya. Hal ini ia lakukan karena melihat betapa kuatnya tekad pengabdian Ichwan Yunus terhadap masyarakat Mukomuko. Rosna juga ikut memberikan pengertian kepada anak-anaknya.(bersambung)