BENGKULUEKSPRESS.COM- Ceramah Gus Baha selalu menghadirkan perspektif yang mendalam, termasuk ketika membahas tentang hakikat rezeki yang sering kali melampaui logika manusia.
Dalam penjelasannya, Gus Baha menyatakan bahwa rezeki bukanlah hasil dari kecerdasan atau usaha semata, melainkan sepenuhnya berada di bawah kuasa Allah SWT.
Hal tersebut disampaikan Gus Baha dalam suatu ceramah yang videonya diunggah oleh kanal Youtube Tanda Seru
BACA JUGA:Ingin Berwibawa dan Disegani Banyak Orang, Gus Baha: Cukup Punya Ini
BACA JUGA:Mana yang Didahulukan, Sholat atau Makan? Ini Kata Gus Baha
Dalam video ceramahnya tersebut, Gus Baha mengungkapkan contoh-contoh dari kehidupan nyata yang menunjukkan situasi yang sering kali bertentangan dengan logika manusia.
"Di kehidupan nyata, ada orang yang mendalami ilmu ekonomi tapi miskinnya Masyaallah. Sebaliknya, ada yang gobloknya Masyaallah tapi kaya raya," terang Gus Baha.
Gus Baha menambahkan bahwa ada kiai yang memiliki banyak doa namun hidupnya tetap sederhana, sementara ada orang tanpa keahlian khusus yang justru hidup dalam kecukupan.
Untuk menjelaskan fenomena ini, Gus Baha mengutip sebuah hadits qudsi. Dalam salah satu riwayat, Nabi Musa AS pernah bertanya kepada Allah SWT tentang mengapa rezeki yang diterima manusia begitu berbeda satu sama lain.
"Kenapa Allah memberi rezeki kepada orang yang bodoh, kadang menciptakan dia jadi kaya? Dan yang pintar ekonomi, kadang saya diciptakan jadi miskin?" kata Gus Baha mengungkapkan hadits tersebut.
Allah menjawab bahwa perbedaan rezeki ini dimaksudkan agar manusia memahami bahwa rezeki sepenuhnya berada dalam kuasa-Nya, bukan semata-mata hasil dari kepintaran atau usaha mereka.
BACA JUGA:Sudah Bekerja Keras Tapi Hidup Masih Kekurangan, Gus Baha Bagikan Konsep Rezeki yang Sebenarnya
BACA JUGA:Benarkah Menghadiahkan Yasin dan Tahlil untuk Mayit Bid'ah? Ini Kata Gus Baha
"Supaya dia tahu, yang mengendalikan rezeki itu saya, bukan ilmunya dia," kata Gus Baha melanjutkan hadits.
Fenomena ini juga dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada banyak orang yang cerdas namun justru bekerja untuk orang yang kurang pintar, atau pekerja ahli yang dipekerjakan oleh pemilik pabrik yang tidak terlalu memahami detail teknis pekerjaan mereka.