Wisanggeni, Kisah Pemuda Tumbal Kemenangan Perang yang Dibuang saat Lahir

Senin 15-04-2024,18:01 WIB
Reporter : Jamal Maarif
Editor : Jamal Maarif

BACA JUGA:Puncak Arus Balik Lebaran, Lebih dari 7 Ribu Kendaraan Melintas di Tol Bengkulu

Pemuda yang Menuntut Kebenaran serta Menggugat Kebatilan pada Sesepuhnya
Sebelumnya diceritakan bahwa janin Wisanggeni dibuang oleh kakeknya Batara Brahma yang aksinya didukung pihak dewa Kayangan, melalui cerita Batara Narada. Wisanggeni yang mengetahui itu sempat menanyakan perihal tingkah para dewa kayangan yang bertindak seenaknya sendiri dan mungkar kepada dirinya.

Demi menuntut balas dan mengetahui jati diri dan asal usulnya Batara Narada menyuruh Wisanggeni pergi ke kayangan, berbekal kekuatan yang didapat dan dimiliki. Wisanggeni menghajar para elite dewa Kayangan seperti sang kakek Batara Brahma hingga pemimpin kayangan Batara Guru dibuatnya takluk. Setelah aksi geger geden di kayangan tersebut, Batara Narada muncul dan menjelaskan duduk permasalahan sehingga para dewa kayangan akhirnya bertobat dan mengakui kesalahan mereka.

Ternyata masalah belum berakhir di sana, Ibu Wisanggeni ternyata telah dibawa kabur oleh Dewasrani untuk dijadikan istri. Mengetahui hal itu Wisanggeni disarankan menemui ayahnya, Arjuna demi menolong Ibunya dewi Dresanala. Pergilah dia ke Amartapura demi menemui ayahnya, karena kedatangannya yang mendadak serta sopan santunnya yang kurang, menyulut emosi para Pandawa dan mengakibatkan Wisanggeni terlibat duel dengan para elite kerajaan Amartapura seperti Bima, Gatot Kaca, hingga Antareja.

Semua dilibas Wisanggeni, sampai pada giliran Antasena. Alih-alih berduel justru Antasena mengajak Wisanggeni berdialog dan menyampaikan alasan kedatangannya. Alhasil setelah mengetahui tujuannya sang kakak sepupu ini kemudian merangkul dan membawa Wisanggeni menemui Arjuna.

BACA JUGA:Lebih Penting Mana, Bangun Masjid Megah Atau Bantu Orang Miskin? Ini Kata Gus Baha

Arjuna dunia pewayangan itu tidak lantas mengakui Wisanggeni sebagai anaknya sebelum melihat kemampuannya dalam duel, tentu saja duel sengit itu dimenangkan Wisanggeni. Setelah mengakui Wisanggeni sebagai anaknya, keduanya lantas pergi menemui Dewasrani dan membebaskan Dewi Dresanala. Wisanggeni dalam upayanya menyatukan keluarganya kembali ini mencerminkan sikap berani yang dimiliki Wisanggeni meskipun masih muda dia tidak segan menemui dan mengkoreksi kesalahan orang yang lebih tua darinya dan menyampaikan kebenaran pada mereka.

Dalam beberapa lakon seperti Wisanggeni Lahir, Wisanggeni Duto ataupun Wisanggeni Moksa, tokoh ini kerap diceritakan tidak segan menuntut keadilan bahkan pada sosok yang lebih tua darinya, bahkan meskipun sosok tersebut adalah dewa sekalipun. Akibat dari buah kecerdasan serta pemikirannya yang selalu mencari kebenaran. Banyak sekali buah pemikirannya yang terkesan "edan" atau gila, namun tujuannya akhirnya benar. Untungnya lakon-lakon tersebut biasa dilakoni Wisanggeni tidak seorang diri, kerap kali sosok Antasena mendampingi lakon edan adiknya tersebut. Biasanya keduanya akan berbagi peran dimana Wisanggeni sebagai akal (otak) sedangkan Antasena sebagai okol (otot).

BACA JUGA:Ingin Membuka Pintu Rezeki di Malam Hari, Baik di Langit Maupun Bumi, Ustaz Adi Hidayat Sarankan Baca Doa Ini

Rela Moksa demi Tumbal Kebajikan
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa Wisanggeni adalah karakter gubahan Mahabharata original versi Jawa dan tidak ada dalam perang puncak Baratayuda. Tentu saja sebagai tokoh tambahan kehadirannya akan merubah cerita jika ditampilkan namun dalam cerita pewayangan kisah tidak adanya Wisanggeni dalam perang Baratayuda memiliki nilai luhur yang patut diteladani.

Dikisahkan sebagai karakter over power bersama sepupunya Antasena mampu datang menemui Sang Hyang Wenang semau mereka. Sebelum perang berlangsung kedua putra Pandawa ini berniat meminta restu kemenangan dan sowan atau berkunjung bertemu Sang Hyang Wenang, namun setelah meminta restu keduanya justru diminta untuk moksa atau mati dan melepaskan keduniawian sebagai syarat pihak Pandawa mendapatkan kemenangan.

Keduanya diperintahkan moksa bukan tanpa sebab, karena saking kuatnya hingga jika mereka ikut serta dalam perang maka pihak musuh tidak akan mampu bertahan lama setelah perang dimulai, karena pihak Kurawa yang melambangkan kebatilan tidak memiliki pesaing sebanding untuk mereka. Jika demikian nilai perang antar kebajikan melawan kebatilan tidak akan terlihat dalam perang nantinya.

BACA JUGA:Semakin Berkelas, Simak 5 Tips Memilih dan Jenis-jenis Model Jok Mobil

Keduanya pun patuh dan menuruti keinginan Sang Hyang Wenang karena selain keduanya menguasai kemampuan weruh sadurunge winarah (tahu sebelum sesuatu terjadi) keduanya juga menjunjung nilai kebajikan dalam dirinya, sehingga jika kehadiran dirinya mengakibatkan pihak kebenaran tidak akan menang melawan kebatilan maka keduanya memilih merelakan kehidupannya demi terwujudnya kebenaran. Suatu gambaran nilai ikhlas yang cukup tinggi dari mendermakan miliknya sendiri demi kebaikan yang diterima oleh orang lain.(**)

Kategori :