Buaya tersebut dianggap sebagai pelindung suci daerah yang dulunya berawa. Buaya-buaya siluman oleh masyarakat Betawi dianggap sebagai penunggu sebuah entuk atau sumber mata air.
Pada zaman dahulu apabila ada tindakan anggota atau sekelompok masyarakat yang mengganggu kebersihan dan ketertiban sumber mata air, maka akan diberikan sanksi.
Karena buaya telah setia menunggu sumber mata air sekaligus sumber kehidupan masyarakat Betawi, maka buaya kemudian dianggap sebagai simbol kehidupan.
Masyarakat di sekitar sungai Jakarta memahami pola hidup buaya yang hanya kawin sekali dalam seumur hidupnya. Hewan buas bergiigi tajam ini tak akan mencari betina lain saat betina pasangannya mati ataupun menghilang.
Masyarakat Betawi percaya pada awalnya roti ini digunakan untuk menyaingi bangsa Eropa yang kerap memberikan bunga dalam menunjukkan cinta kepada lawan jenis.
BACA JUGA:Mengenal Kue Lepek Binti Warisan Budaya Bengkulu, Paduan Ketan dan Gula Merah yang Menggugah Selera
Oleh karena itu, pribumi khususnya masyarakat Betawi memiliki keinginan untuk menciptakan simbol yang dapat digunakan sebagai medium pernyataan cinta kepada lawan jenis. Kemudian, terpilihlah roti berbentuk buaya dengan filosofi yang melambangkan kesetiaan kepada pasangan.
Saat ini tidak perlu menunggu acara-acara untuk mencicipi sepotong roti buaya, karena roti ini bisa di temui di berbagai toko roti khas Betawi atau toko oleh-oleh yang ada di Jakarta.