Wali dalam rukun pernikahan adalah wali bagi mempelai perempuan, yaitu ayah, kakek, paman, dan lain sebagainya. Orang yang berhak menjadi wali harus ditentukan secara berurutan, mulai dari ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman, dan lain sebagainya.
4. Dua Saksi
Hadirnya dua saksi ini juga menentukan sah dan tidaknya pernikahan tersebut. Selain itu, dua saksi ini juga mesti saksi yang adil dan terpercaya. Setidaknya terdapat enam syarat untuk menjadi saksi pernikahan, yaitu Islam, balig, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, dan adil, sebagaimana dikutip dari Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib (2000) yang ditulis Abu Suja'.
5. Shigat
Shigat artinya ijab kabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai laki-laki dalam akad pernikahan.
Syarat-syarat Nikah dalam Islam Sebelum melangsungkan pernikahan, terdapat syarat-syarat yang mesti dipenuhi bagi calon suami atau calon istri.
Sebelum melangsungkan pernikahan, terdapat syarat-syarat yang mesti dipenuhi bagi calon suami atau calon istri. Dalam uraian "Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan syarat-syarat pernikahan sebagai berikut:
- Sepasang mempelai merupakan bukan mahram bagi yang lainnya.
Bagi calon suami atau istri, pasangan yang akan dinikahi bukan termasuk yang haram dikawini, baik itu dari saudara sepersusuan, nasab, dan lain sebagainya.
- Calon suami atau istri harus beridentitas jelas atau mu'ayyan.
Bagi kedua mempelai, harus ada kepastian identitas, mulai dari nama, sifat-sifatnya, dan lain sebagainya.
- Bagi mempelai perempuan, ia harus terbebas dari halangan menikah.
Misalnya, ia tidak dalam masa idah atau masih berstatu istri orang. Calon suami atau istri adalah orang yang dikehendaki mempelai. Artinya, pernikahan bukan atas dasar pemaksaan.
Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: "Tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kewajiban Suami Istri dalam Islam
Secara umum, karena akad pernikahan, terdapat tiga konsekuensi kewajiban yang muncul antara kedua mempelai, mencakup kewajiban timbal-balik suami istri, kewajiban suami terhadap istrinya, dan kewajiban istri terhadap suaminya. Masing-masing kewajiban dibahas secara rinci sebagai berikut:
1. Kewajiban timbal balik suami istri
Saling menikmati hubungan fisik dan kasih sayang antara suami istri, termasuk hubungan badan antara keduanya. Usai menikah, muncul hubungan mahram di antara kedua pasangan. Karenanya, si istri diharamkan menikah dengan ayah suami dan seterusnya hingga garis ke atas, juga dengan anak dari suami dan seterusnya hingga garis ke bawah, walaupun setelah mereka bercerai. Demikian sebaliknya berlaku pula bagi suami. Usai menikah, hukum pewarisan antara keduanya menjadi berlaku. Jika memiliki anak, nasab atau jalur keturunan dari keduanya dihubungkan dengan suami. Keduanya diwajibkan untuk melakukan pergaulan suami istri dengan bijaksana, rukun, damai dan harmonis. Keduanya juga diwajibkan menjaga penampilan fisik. Tubuh yang bersih dan terawat berguna untuk menjaga keutuhan cinta dan kasih sayang di antara suami istri.
2. Kewajiban suami terhadap istri