KEPAHIANG, Bengkulu Ekspress– Peserta pemilu serentak 2019 di Kabupaten Kepahiang, banyak melakukan pelanggaran. Bahkan para peserta banyak beralibi saat dilakukan penindakan oleh penyelenggara khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dengan mengaku tidak mengetahui aturan atau regulasi hingga berkampanye tanpa memenuhi standar aturannya.
Ketua Bawaslu Rusman Sudarsono SE mengatakan, pelanggaran yang dilakukan para peserta Pemilu serentak 2019, khusus di Kabupaten Kepahiang pelanggaran administrasi, seperti tidak memiliki Surat Tanda Terimah Pemberitaan (STTP) yang dikeluarkan Kepolisian saat melaksanakan kampanye terbuka dan tertutup.
“Jenis pelanggaran itu ada juga, pertama pelanggaran administrasi kedua pidana pemilu. Nah untuk di Kabupaten Kepahiang, Alhamdulillah, kalau pidana pemilu tidak ada, hanya pelanggaran administrasi saja,” tutur Rusman dalam Rakor evaluasi fasilitasi kampanye Pemilu serentak 2019 yang digelar KPU Kepahiang Kamis (25/7).
Rusman menegaskan, selama masa kampanye pada pemilihan capres dan cawapres serta legislative dan DPD lalu. Banyak pertemuan digelar partai ataupun caleg dibuburkan Panwaslu kecamatan. Karena, tidak memenuhi syarat administrasi.
“Dalam regulasi setiap kamapanye terbuka harus ada STTP dari kepolisian. Nanti surat tersebut disampaikan kepada Bawaslu dan KPU, tapi itu tidak mereka urus. Sehingga kita bubarkan pertemuan yang digelar,” katanya.
Menurut Rusman, pelanggaran terbanyak terjadi pada tataran Alat Peraga Kampanye (APK). Sebab, para peserta pemilu banyak memasang APK di zona terlarang, seperti dijalan protokol, pohon tiang listrik dan tiang telepon hingga Tempat Pemakaman Umum (TPU). Bahkana APK masih tetap terpasang disaat masa tenang, karena kandidat bersangkutan tidak menurunkan APK sesuai dengan kesepakatan.
Kasat Intelkam Polres Kepahiang AKP Fahrul yang mewakili Kapolres AKBP Pahala Simanjuntak SIK dalam Rakor menjelaskan, proses pembuatan STTP untuk peserta pemilu tidak ribet dan bisa langsung terbit saat yang bersangkutan datang dan mengajukan surat permohonan, serta tidak dipungut biaya alias gratis.
“Ya, memang ada Bawaslu membubarkan pertemuan peserta pemilu, karena memang tidak ada STTP. Ironisnya saat dibubarkan dibilangnya polisi yang bubarkan. Padahal dalam aturan tidak ada kewenangan polisi membubarkan, karena kita bertugas hanya mengawal anggota bawaslu yang melakukan tindakan itu,” kata Fahrul.
Terungkap pula, bila banyak APK yang menyalahi aturan selama Pemilu serentak 2019 dan tidak ditertibkan penyelenggara dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang, karena terkendala tidak adanya anggaran. Setelah direkomendasikan Bawaslu agar dibongkar atau tertibakan Satpol PP Kepahiang, tidak memiliki dana melaksanakan pembongkaran APK.
“Kendalanya dipenyelenggara baik KPU dan Bawaslu tidak ada regulasi yang mengatur agar kita mengalokasi anggaran dana penertiban. Sebab, kewenangan eksekusi berada dipemerintah daerah setelah ada rekomendasi dari bawaslu bila APK bersangkutan melanggar,” ungkap Komisioner KPU Supran Efendi MPd.
Supran berharap, adanya evaluasi diseluruh pihak terhadap pelaksanaan Pemilu khususnya untuk penyelenggaraan Pilkada 2020. Khususnya agar OPD terakait (Satpol PP) bisa menganggarkan dana penertiban APK sehingga bila ada temuaan APK tersebut langsung bisa dibongkar.
Ketua KPU Kepahiang Mirzan Pranoto Hidayat SSos mengatakan, rakor evaluasi fasilitasi kampanye pemili digelar pihak agar bisa memdapat pemahaman yang sama antar lini baik penyelenggaran, aparat keamanan dan Pemkab Kepahiang. Supaya pelaksanaan kedepan bisa lebih baik. “Dalam rakor ini, kita undang pihak terkait, baik pemerintahan, aparat keamanan, peserta pemilu (Parpol) dan media massa, agar bisa mendapatkan masukan mengenai kekurangan yang terjadi dalam fasilitasi kampanye,” tuturnya. (320)